header

Ini Tips Mengatasi Anak yang Posesif

Sering menghabiskan waktu setiap hari bersama ibu bisa membuat anak menjadi posesif, lho. Jika dibiarkan, aktivitas Bunda akan jadi lebih terbatas dan Si Kecil jadi mudah menangis ketika Bunda tidak berada di sampingnya. Lantas, bagaimana cara mengatasinya?

Sejak Si Kecil masih berada di dalam kandungan hingga beberapa tahun pertama kehidupannya, tidak bisa dipungkiri bahwa Bunda memang berperan besar dalam pengasuhannya. Hampir seluruh waktu dan perhatian Bunda dicurahkan untuknya.

Ini Tips Mengatasi Anak yang Posesif - Alodokter
Karena alasan inilah, wajar saja bila Bunda menjadi orang yang sangat diidolakan dan dicintai oleh Si Kecil, sampai-sampai ia tidak mau lepas dari sisi Bunda dan terus menempel sepanjang hari.

Sederet Cara Mengatasi Anak Posesif
Sebenarnya, sifat anak yang posesif dan ingin menghabiskan waktu bersama ibunya adalah hal yang normal, kok. Kondisi ini bisa terjadi karena ia merasa sangat nyaman dan aman di samping sang ibu, sehingga ia tidak ingin dirinya ditinggal walau hanya semenit.

Namun, hal ini tentunya tidak baik bila didiamkan saja. Terus-menerus mengikuti kemauan anak juga tidak boleh, lho, Bun. Selain itu, jika sifat posesifnya terus terbawa hingga ia besar, kelak Si Kecil akan kesulitan untuk mandiri tanpa bantuan Bunda.

Nah, berikut ini adalah beberapa tips untuk mengatasi anak posesif:

1. Berikan pengertian
Salah satu cara mengatasi anak yang posesif adalah dengan sering memberikan pengertian padanya. Ketika Bunda harus melakukan sesuatu yang mengalihkan perhatian Bunda darinya, misalnya memasak atau mandi, sangat penting bagi Bunda untuk menjelaskan apa yang harus Bunda lakukan.

Walau masih kecil, anak-anak bisa memahami apa yang dikatakan oleh ibunya, kok. Jadi, cobalah untuk memberitahu Si Kecil secara berulang dengan kalimat sederhana, agar ia bisa mengerti.

2. Alihkan perhatiannya
Memiliki anak posesif tak jarang membuat seorang ibu harus menahan buang air kecil. Anak yang posesif akan rewel atau menangis walau ibunya hanya pergi sebentar untuk ke kamar mandi. Bahkan, tak sedikit anak yang memaksa harus ikut ibunya ke kamar mandi, lho.

Nah, agar fokus Si Kecil tidak lagi tertuju kepada Bunda, Bunda bisa mengalihkan perhatiannya, misalnya dengan memberikannya mainan atau buku bacaan. Setelah itu, Bunda bisa bergegas melakukan hal yang perlu Bunda lakukan.

3. Berikan anak tugas kecil
Sifat posesif bisa muncul karena anak merasa tidak bisa apa-apa tanpa ibunya. Nah, Bunda bisa mengubah pola pikir ini dengan membiasakan Si Kecil mandiri. Berikan saja ia tugas kecil, seperti merapikan mainannya atau sekadar mengatur benda di atas meja sebelum makan malam.

Setelah ia melakukan pekerjaan yang Bunda minta, jangan lupa berikan pujian atas apa yang telah ia lakukan. Dengan begitu, Si Kecil akan sadar bahwa ia bisa melakukan sesuatu sendiri tanpa perlu selalu Bunda dampingi.

4. 4. Jangan lupa berpamitan
Anak yang posesif tidak akan membiarkan ibunya pergi ke suatu tempat tanpa mengajaknya. Agar Si Kecil mengerti bahwa Bunda harus beranjak dari sisinya dan pergi ke suatu tempat, penting untuk berpamitan kepadanya sebelum Bunda keluar rumah dan memberitahunya kapan Bunda akan kembali.

Jika Si Kecil menangis, usahakan untuk menenangkannya terlebih dahulu. Agar tidak membuat Bunda terlambat, berpamitanlah sejak beberapa jam sebelum berangkat, atau bahkan sejak sehari sebelumnya.

Berikan pengertian bahwa Bunda harus keluar rumah, misalnya pergi berbelanja dan ia tidak boleh ikut, apalagi di tengah pandemi seperti saat ini. Bunda juga bisa meminta bantuan Ayah, pengasuh, atau anggota keluarga lainnya untuk menjaga Si Kecil saat Bunda pergi.

Menghadapi anak yang posesif terhadap ibunya memang tidaklah mudah dan memerlukan banyak kesabaran. Akan tetapi, bukan berarti sifat ini tidak bisa diubah, ya.

Bila tips-tips di atas telah Bunda lakukan tapi buah hati tetap tidak mau lepas dari Bunda atau bahkan memperlihatkan reaksi yang berlebihan saat ditinggal, misalnya merusak barang atau menyakiti dirinya, ada baiknya Bunda berkonsultasi dengan dengan dokter atau psikolog untuk mendapatkan pengarahan yang tepat.

Terakhir diperbarui: 3 Agustus 2020
Ditinjau oleh: dr. Meva Nareza

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel