Kisah Kakek Pemulung yang Tinggal 30 Tahun di Gubuk Dari Seng
Selasa, 18 Februari 2020
Edit
Usianya 80 tahun, sudah 30 tahun tinggal di gubuk seng
Tak bisa disebut rumah atau gubuk sebenarnya lebih tepatnya tumpukan seng. Kakek di Kendari ini sudah tak punya keluarga hidup hanya sebatang kara. Demi menyambung hidupnya ia menjadi pemulung. Kisah dibalik perjuangan hidupnya membuat semua orang terharu
Namanya La Nggugu, usianya 80 tahun, ia tinggal disebuah tempat dari tumpukan seng bekas berukuran 1 x 2 meter di Kelurahan Mangga Dua, Kecamatan Kendari, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Dikunjungi kendarinesia, Senin (17/2), tempat tinggal La Nggugu memang tak layak disebut rumah, tapi lebih tepat disebut tumpukan seng bekas.
Tempat tinggalnya terbuat dari gundukan tanah yang ia gali, lalu diatasnya ia tumpuk seng - seng bekas sebagai atapnya. Jarak antara atap dan lantai hanya bisa untuk baring. Jadi, La Nggugu harus merayap untuk masuk ke dalam tempat tinggalnya.
Tempat tinggal La Nggugu hanya ia gunakan saat malam mulai tiba, dan keluar saat pagi menjelang. Tempatnya itu hanya ia gunakan saat tubuhnya lelah dan butuh tempat untuk merebahkan badan.
"Susah kalau masuk (ke dalam rumahnya), kalau magrib saja baru masuk. Pagi baru keluar lagi," ujarnya.
Usianya yang sudah tua membuat La Nggugu tak begitu cakap untuk banyak bercerita. Ia kebanyakan lupa dengan masa lalunya.
Jurnalis kendarinesia mencoba mengulik asal usul dan dimana keluarganya berada, tapi La Nggugu lebih banyak diam dan tak mau menjawab dimana keluarganya.
La Nggugu sedikit bercerita, ia sudah 30 tahun hidup di tempat itu, tanpa sanak keluarga, hanya sebatang kara. Tanah yang ia gunakan untuk membangun tempat tinggal juga bukan miliknya, tapi kebun milik warga.
Meski hidup serba kekurangan, pantang bagi La Nggugu untuk meminta belas kasihan orang lain dengan mengemis. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari - hari, ia bekerja sebagai pemulung di Pelabuhan Nusantara Kendari. Uang dari hasil memulung ia gunakan untuk membeli kopi dan beras.
"Uangnya (hasil memulung), buat beli kopi, saya suka minum kopi. Untuk beli beras juga," katanya.
Selain menjadi pemulung, untuk bisa makan, La Nggugu juga biasanya bekerja sebagai petugas kebersihan di warung - warung makan yang ada di sekitar pelabuhan. Ia membantu pemilik warung untuk menyapu hingga membuang sampah.
Sementara itu, seorang warga sekitar, Ali, mengaku sudah 11 tahun bertetangga dengan La Nggugu. Ia kadang merasa haru dengan kondisi La Nggugu yang sudah renta dan harus hidup di tempat yang sangat tidak layak.
Warga sekitar, kata Ali, sering khawatir dengan kondisi La Nguggu. Warga mengkhawatirkan jika saja ada binatang buas seperti ular yang masuk ke dalam rumahnya. Sebab, tempat tinggal La Nguggu berada di hutan belakang rumah warga.
Menurut Ali, warga sekitar juga tak mengetahui secara pasti asal usul kakek La Nggugu. Sejak mereka tinggal di tempat itu, mereka sudah mendapati La Nggugu hidup sebatang kara dengan kondisi rumah tanahnya.
"(Tetangga) disini tidak tau dimana keluarganya ini kakek, sudah lama dia tinggal disini, tidak ada yang tau dimana (keluarganya)," pungkasnya.
Dengan kondisi kakek La Nggugu yang memprihatinkan, warga berharap pemerintah daerah setempat mau membangunkan tempat tinggal yang lebih layak untuk kakek La Nggugu.
Sumber : wajibbaca.com